Anto adalah salah satu pegawai yang cukup sibuk yang bekerja untuk salah satu perusahaan swasta terkemuka, sehingga seringkali ia pulang kerja hingga larut malam. Suatu ketika Anto pulang kerja, ternyata Budi (anaknya) yang masih kelas 2 SD membukakan pintu untuknya, dan sepertinya Budi memang sengaja menunggu ayahnya tiba di rumah. “Kok kamu belum tidur?”, sapa Anto setelah mencium keningnya. Budi menjawab,“Aku memang sengaja menunggu ayah pulang karena aku ingin bertanya, berapa sih gaji ayah?”. “Lho, kok kamu nanya gaji ayah sih?”, “Nggak, Budi cuma mau tahu aja ayah..”, timpal Budi. Ayahnya pun menjawab, “Kamu hitung sendiri, setiap hari ayah bekerja 10 jam dan dibayar Rp.400.000, dan tiap bulan rata-rata ayah bekerja 25 hari. Hayoo.. jadi berapa gaji ayah dalam 1 bulan?”. Budi langsung bergegas mengambil pensilnya, sementara ayahnya melepas sepatu. Ketika Anto beranjak menuju kamar, Budi berlari mengikutinya.
Kemudian
Budi menjawabnya, “Kalo 1 hari ayah dibayar Rp.400.000 untuk 10 jam,
berarti 1 jam ayah digaji Rp.40.000 donk?”. “Pinter anak ayah sekarang
ya.., sekarang kamu cuci kaki dan tidur ya”, jawab ayahnya. Tetapi, Budi
tidak juga beranjak. Sambil memperhatikan ayahnya ganti pakaian, Budi
kembali bertanya, “Ayah, boleh pinjam uang 5rb nggak?”. “Sudah,
buat apa uang malam-malam begini?! Ayah capek, mau mandi dulu, sekarang
kamu tidur!”, jawab ayahnya. Dengan wajah melas Budi menjawab, “Tapi
ayah..”, ayahnya pun langsung menghardiknya, “Ayah bilang tidur!!”. Anak
kecil itupun langsung berbalik menuju kamarnya.
Usai
mandi, Anto menyesali perbuatannya yang telah menghardik anaknya
tersebut. Ia pun melihat kondisi anaknya tersebut. Dan ternyata, anak
kesayangannya itu belum tidur. Ternyata Budi dilihatnya sedang
terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp.15.000 di tangannya.
Sambil
berbaring dan mengelus kepala anaknya itu, Anto berkata, “Maafkan ayah
ya nak. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli
mainan, besok kita beli ya. Jangankan minta 5rb, lebih dari itupun ayah
kasih”. Budipun menjawab, “Ayah, aku nggak minta uang. Aku cuma mau
minjem. Nanti aku kembalikan lagi setelah aku nabung minggu ini”. “Iya
iya, tapi buat apa?”, tanya Budi dengan lembut. “Aku nunggu ayah dari
jam 8 tadi, aku mau ngajak ayah main ular tangga. Cuma tiga puluh menit
saja. Ibu sering bilang, kalau waktu ayah itu sangat berharga. Jadi, aku
mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ternyata cuma ada Rp.15.000.
tapi, karena ayah bilang ayah tiap 1 jam ayah digaji Rp.40.000, jadi
setengah jamnya ayah digaji Rp.20.000. Uang tabunganku kurang 5rb, jadi
makanya aku mau pinjam uang ayah 5rb”, jawab Budi dengan polos.
Anto pun terdiam, dan dipeluknya anak kecil itu erat-erat.. [the end]
fenomena
tersebut bisa saja terjadi diantara kita. Apalagi sulitnya kehidupan
sekarang ini membuat kita harus bekerja extra keras (meskipun saya belum
jadi orang tua, tapi saya bisa membayangkan betapa lelah dan susahnya
cari uang), hingga kadang-kadang kita lupa terhadap sesuatu hal, atau
orang-orang yang membutuhkan keberadaan kita ditengah-tengah mereka.
Kebersamaan bukanlah apa-apa dibanding dengan segalanya. Namun, kebersamaan tidak dapat di tukar dengan segalanya yang telah kita miliki .